Selasa, 11 Juni 2013

Museum of Art




Museum of Art








Koleksi lukisan seharusnya milik masyarakat. Karya-karya mereka adalah kekayaan bangsa dalam berkesenian. Lukisan di blog ini adalah karya para pelukis yang pernah berkiprah di Surabaya sesuai dengan zamannya, mulai kelompok Prabangkara (1950), Tumbuh Kembali (1966), Puring Art hingga young artist. Terdapat pula koleksi pribadi lainnya.

Melalui “Pameran Digital” ini diharapkan masyarakat pecinta seni bisa mendapatkan gambaran lebih mendalam mengenai karakter karya para pelukis Surabaya. Harapan kami, apa yang tersaji bisa menambah wawasan serta pengetahuan. Jika apa yang dilihat masih kurang memuaskan, dan ingin melihat bentuk aslinya, bisa menyaksikan langsung di museum mini kami (dengan perjanjian terlebih dahulu).

Selamat menikmati.




Senin, 10 Juni 2013

Pelukis Zaman Prabangkara (1950)



Prabangkara


Kelompok seniman lukis “Prabangkara dibentuk di Surabaya pada 1950. Pendirinya antara lain Karyono YS, Wiwiek Hidayat, Bandarkum, Sutopo, Sunarjo, Sunarto Timur, Darmo, dan beberapa lainnya. Kelompok ini termasuk yang tertua di Surabaya. Pada saatnya nanti muncul kelompok-kelompok baru seperti “Tumbuh Kembali” (1966), “Puring Art”, dan sebagainya.





 "Jangger" (42x62), oil on hardboard,
 tahun 1953, karya Wiwiek Hidayat.












"Pojok Kampung" (32x40), oil on hardboard,
 tahun 1904, karya Bandarkum.













"Penari Bali" (24x31), oil on hardboard,
 tahun 1952, karya Karyono 







Minggu, 09 Juni 2013

Era "Tumbuh Kembali" (1966)


Tumbuh Kembali




Lukisan aslinya berwarna. Lukisan tersebut sekarang
berada di tangan seorang kolektor.


SUATU saat rezim yang berkuasa tidak menyukai kebebasan ekspresi sekelompok seniman –tidak suka aliran yang ketika itu disebut kegila-gilaan. Setelah September 1965, yakni pada saat jatuhnya rezim tersebut, suasana pembaruan kembali terpancarDi Surabaya, suasana seperti itu ditandai dengan era "Tumbuh Kembali" yang tercetus pada Senin Kliwon, 28 April 1966.
Pada hari itu, berkumpul sejumlah seniman Surabaya, di kediaman pelukis Wiwiek Hidayat di Jl. Raya Ketabang 31 (sekarang Jl. JA Soeprapto). Mereka sepakat menandai hari tersebut sebagai tonggak lepasnya belenggu pembatasan ekspresi dalam berkarya. Era yang kemudian disebut sebagai “Tumbuh Kembali”.
Untuk menandainya, mereka melukis wajah masing-masing di sebuah kanvas besar. Gagasan Wiwiek Hidayat ini melibatkan para pelukis Surabaya, di antaranya (searah jarum jam) Darjono, Theedja Suminar, Wiwiek Hidayat (1), Boedi SR, Amang Rahman, Karyono YS, M. Ruslan, O.H. Supono, Wiwiek Hidayat (2), Rudi Isbandi, dan Khrisna Mustadjab.
Di atas wajah siluet Wiwiek Hidayat (2) ia terakan semangat yang tercetus pada hari itu, "Kami yang tak pernah kenal arti kalah dan menang, tugas dan juang kami cuma satu, ibadah buat Tuhan, negara dan manusia".










PRASASTI "Tumbuh Kembali" dalam bentuk torehan tanda tangan dari sejumlah seniman yang datang dalam pendeklarasian, di atas kanvas berukuran 50x70 cm. Mereka adalah Wiwiek Hidayat, Khrisna Mustadjab, O.H. Supono, Nurdin B.S., Amang Rahman, Boedi S.R., Daryono, Rudy Isbandi, Theedja Suminar, Soenarjo, Sin, dan lainnya. Sejak saat itu berkelompoklah 17 pelukis Jawa Timur yang menginginkan tumbuh sewajarnya. (*)








Jumat, 17 Mei 2013

Karya Langka Soedibio



Kamajaya Ratih


Pelukis Nunung Bakhtiar dan
karya langka Soedibio


Karya Soedibio yang terbilang langka, Kamajaya Ratih. Pak Dib --demikian ia biasa dipanggil-- kerap menggunakan wayang sebagai obyek lukisannya. Namun untuk Kamajaya Ratih, ia hanya membuat beberapa saja.
Salah satu karya fenomenalnya, Ramayana, dalam ukuran 450 x 250 cm, dikerjakan di Puring Art Studio. Di studio ini Soedibio banyak menghasilkan karya lukisan. Mudah membedakan karya-karyanya yang dibuat disini dengan di tempat lain. Umumnya, lukisan yang berwarna cerah merupakan hasil karya di Puring Art Studio. Konon atmosfier setempatlah yang menyebabkan hal tersebut terjadi.
Lukisan Kamajaya Ratih dalam kondisi 99%, sangat terawat, merupakan koleksi Ibu Rani Soemawinata, Jakarta.




Karya Masterpiece Soedibio

Semar, by Soedibio, oil on canvas


Semar


SEMAR atau Batara Ismoyo karya pelukis Soedibio (alm). Semasa hidupnya, Soedibio kerap mengangkat tokoh Semar sebagai obyek lukisannya. Pada umumnya, lukisan tersebut sudah menjadi koleksi para kolektor, di antaranya Adam Malik. Karya yang ada pada foto di atas merupakan salah satu yang terbaik dari almarhum. 
Selain Semar, Soedibio juga sering mengulang lukisan Dewi Sri yang menggambarkan seorang wanita cantik melayang di atas persawahan. Kendati demikian, bentuk pengulangan itu hampir tidak pernah ada yang sama baik bentuk maupun penyelesaian akhirnya.
Lukisan Soedibio terbilang kerap dipalsukan, namun di mata seorang awam pun pemalsuan itu mudah diketahui. Ini dikarenakan goresan tangan Soedibio terkenal sangat halus, disamping teknik pengerjaannya yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menghasilkan gradasi warna yang tidak umum. (*)  



Kamis, 16 Mei 2013

Kenangan untuk Rita Badai

Casablanca, aku sukai karena helai bunganya yang atraktif
Casablanca Nan Rupawan

CASABLANCA adalah salah satu bunga yang menjadi favorit objek lukisanku. Indah, dan helai-helai bunganya atraktif. Aku banyak melukis bunga ini –termasuk turunannya seperti lily yang berwarna putih, kuning, kehijauan, dan merah.
Lukisan lily putih banyak yang suka, terutama untuk konsumsi di dalam negeri. Namun untuk luar negeri, terutama Eropa, tak banyak yang menyukainya. Konon, lily putih merupakan bunga untuk berkabung.
Lukisan ini sekarang berada di tangan seorang kolektor di Jakarta. Sayangnya, ia tidak berkenan disebutkan namanya. Gagasan melukis karya ini aku peroleh pada saat berada di Pantai Sanur bersama sahabatku dari Jerman, Rita Badai, istri dari Marian Badai.
Rita meninggal dunia dalam eksiden pada akhir April 2013, sekitar dua minggu setelah kita berhubungan lewat telepon. Aku akan selalu mengenangmu, Rita. Tabahlah hatimu Marian. We love both of you.  (*)