Masjid mungil di Arosbaya, 30 km utara Bangkalan, Pulau Madura. |
Teriakkkkkk
Mengapa orang teriak? Makin kerap kita lihat
orang berteriak di sekitar kita lima sepuluh tahun terakhir ini. Istri
tetangga teriak mengingatkan suaminya, "Pak… jangan malam-malam
ya!" Anak dari atas loteng teriak kepada ibunya, "Ma… lapar!"
Demonstran tak kalah seru teriak, "Lawan!!!" Bawahan nyemoni
atasannya, "Bos… tanggal tua nich!" Sekretaris di balik daun pintu
malah teriak manja, "Pak…
ach!?!"
Mengapa orang
teriak? Sesuatu yang tak la zim di zaman kita kanak-kanak dulu. Memang faktor
lingkungan bisa menyebabkan seseorang berteriak. Petani tak bisa bicara bisik-bisik
di ladang mereka. Demikian pula nelayan, atau orang gunung. Suara mereka menjadi
sayup dihembus angin. Mungkin ini sebabnya banyak orang Madura --juga Makassar--
bicara lantang. Sebaliknya, kaum keraton --mereka yang ada di gedongan-- lebih
halus bertutur kata.
Tapi sekarang?
Tak terbatas mereka yang di ladang dan lautan. Teriakan anak-anak kota tak
kalah kencang dibanding mereka yang di gunung. Kaum muda tak tabu lagi bicara
keras. Kepada istri --yang mestinya disayang--, kepada pimpinan --yang mestinya
disegani--, kepada orangtua --yang mestinya dihormati. Mereka bangsa yang
berteriak.
Tak usah sesali,
bukankah media kita mengajari begitu? Televisi, radio, koran, bahkan iklan.
Lihat saja sinetron yang tak mendidik. Berita tawuran anggota DPR di ruang
sidang. Demo mahasiswa yang anarkis. Istri yang memaki suami di iklan obat
pikun. Semuanya silih berganti menjejali benak kita yang sudah kecapekan dalam
zaman edan ini!
Kita yang
mengelus dada, prihatin melihat orang mudah tersinggung di jalanan. Melihat
suami/istri menjentrekan aib keluarga di infotaiment. Atasan disuruh turun
dalam suatu demonstrasi. Pacar digampar, masuk koran. Orangtua dibunuh
beramai-ramai. Duh gusti… beginikah bangsa kita?
Saudaraku. Islam
mendidik kita belajar mulai dari lingkungan sendiri. Lingkungan keluarga.
Kita diminta senantiasa berbuat baik terhadap ibu dan bapak. Janganlah kita mengucapkan
kata-kata yang menyakitkan hati, terlebih menghardik mereka. Rendahkan dirimu
terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang. Doakanlah kedua beliau itu.
Tak kurang, Allah
yang meminta umat-Nya untuk melakukan kasih sayang dan sopan santun terhadap
ibu bapak, lewat surat Al Israa' (17) ayat 23.
Begitu rincinya
Allah meminta kita, bahkan untuk tidak mengatakan kata "ah". Apa
artinya? Jangankan kata-kata kasar, lha kata "ah" saja, Allah tidak
berkenan! "Sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan 'ah', dan janganlah kamu membentak mereka…"
Bayangkan,
kata "ah", yang mungkin pernah terlepas dari mulut kita. Astaqfirullah.
Mari kita berkaca
diri. Sudahkah kita berkata lembut dan santun di lingkungan keluarga? Kalau
memang sudah menjadi pola hidup kita keseharian, alhamdulillah. InsyaAllah,
istri kita, anak-anak kita, saudara serta kerabat akan mengikuti langkah yang
sama, langkah yang diajarkan oleh Allah.
Tentunya ini akan
memudahkan kita berlaku lemah lembut dan santun terhadap lingkungan yang lebih
luas. Dengan para tetangga, teman di kantor, kolega pekerjaan, bahkan
masyarakat lainnya.
Ini membutuhkan
banyak pengorbanan sebab belum tentu lingkungan tersebut sudah memahami apa
yang dimintakan Allah Sang Percipta. Terlebih godaan terlampau banyak,
termasuk teriakan-teriakan kasar suami istri di layar kaca.
Bukan tidak
mungkin kita gamang dengan kehidupan di lingkungan demikian. Lemah lembut
bagaimana yang selayaknya kita lakukan, kalau kekasaran-kekasaran menjadi sego-jangan dalam kehidupan keseharian?
Caci maki bak membudaya, kata-kata pedas membanjir nyaris tak terkendali.
Lupakanlah itu
semua. Mari kita contoh kehidupan Rasulullah yang patut kita jadikan suri
tauladan. Tidak bisa dipungkiri, Beliau adalah teladan yang baik, yang memiliki
akhlak agung, berbudi pekerti luhur. Rasulullah keras kepada kaum kafir, tapi
lemah lembut terhadap orang beriman. Adalah rahmat Allah, jika kita bisa
berlaku lemah lembut, penuh kasih sayang terhadap sesama orang yang beriman.
Ketika Rasulullah
memanjatkan doa, beliau menggunakan kata-kata yang lembut dan merendah.
Memohon. Memintakan ampunan. Hal serupa yang beliau lakukan ketika bercakap-cakap
dengan sesama orang beriman.
Dan Allah meminta
kita untuk lebih lembut daripada Rasulullah. Janganlah kita bicara lebih keras
melebihi suara Nabi (Al Hujuraat/49 ayat 2).
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara
Nabi…"
Tidakkah jelas
disini, Allah tidak menyukai orang beriman berteriak-teriak?
"Sesungguhnya orang-orang yang
merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah
diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. Bagi mereka, ampunan dan pahala
yang besar."
Bayangkan, kita
bisa mendapat pengampunan dengan berkata lembut. Mendapat pahala jika tidak
berteriak. Betapa sesuatu yang seharusnya bisa kita lakukan, akan hilang begitu
saja ketika kita lepas kesempatan tersebut. Ketika kita berteriak-teriak.
Ketika kita kasar terhadap orang tua. Ketika kita marah-marah bak orang
kesurupan.
Sebenarnya Allah
menghendaki umat-Nya berbicara dengan nada yang baik, bahkan lemah lembut
sangatlah diutamakan. Allahlah yang mengajar
manusia pandai berbicara (Ar Rahman 4), tapi Allah juga yang
memerintah kita untuk bicara dengan lemah lembut. (Surat Luqman/31 ayat 19)
"…dan
lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."
Kita tahu kan
bagaimana itu keledai…?
Allah juga
melarang kita melontarkan ucapan-ucapan buruk, apalagi disampaikan secara
terus terang (lihatlah sinetron kita, apakah itu pelajaran baik bagi anak-anak
kita?) Dan hendaknya kita pun memberi salam dengan cara yang baik (ah…kita
rindu dengan tutur kata sederhana dari orang-orang di desa sana).
Izinkanlah saya
memanjatkan doa, semoga Allah mengampuni perbuatan kita selama ini --karena
mungkin kita khilaf, atau belum tahu. Semoga Allah menjadikan kita umat
Rasulullah Muhammad SAW yang mengikuti jejak-jejak beliau, dan bisa menjalani
sisa hidup ini melalui tutur kata penuh kelembutan. Ya Allah, sekali lagi
ampunilah hambamu ini. Amin. (H. Syahrul B. Hidayat)
Catatan
kaki: Sesungguhnya Allah itu dekat.
Allah mengabulkan doa orang yang berdoa kepada-Nya. Sebaiknya kita
memperhatikan adabnya, yaitu merendahkan diri dengan suara yang lembut, dan
dengan rasa takut penuh harap, jangan mengeraskan suara/ucapanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar